Rabu, 22 April 2015

Tahapan Bermain (Aspek Sosial)

Oleh Nita Silvianti dan Innu Virgiani

Tahapan Bermain

Sebelum kita mulai bermain, ada baiknya kita memahami tahapan-tahapan kegiatan bermain agar nantinya kita dapat menetapkan jenis dan tujuan kegiatan bermain yang tepat untuk buah hati kita.


Bermain, sebagai kegiatan utama yang mulai tampak sejak bayi berusia 3 atau 4 bulan, penting bagi perkembangan kognitif, sosial, dan kepribadian anak pada umumnya.
Bermain selain berfungsi penting bagi perkembangan pribadi, juga memiliki fungsi sosial dan emosional. Melalui bermain, anak merasakan berbagai pengalaman emosi; senang, sedih, bergairah, kecewa,
bangga, marah dan sebagainya.
Melalui bermain pula anak memahami kaitan antara dirinya dan lingkungan sosialnya, belajar bergaul dan memahami aturan ataupun tata cara pergaulan.
Selain itu, kegiatan bermain berkaitan erat dengan perkembangan kognitif anak.

Sekarang kita bahas tahap bermain ditinjau dari aspek sosial.
Sebagai sarana sosialisasi, kegiatan bermain oleh Mildred Parten (1932) dibagi menjadi enam bentuk interaksi sebagai berikut:
 Unoccupied Play.
- Anak-anak tidak benar-benar terlibat dalam kegiatan bermain
- Hanya mengamati kejadian di sekitarnya yang menarik bagi anak
- Bila tidak ada hal yang menarik, anak akan menyibukkan diri dengan melakukan berbagai hal seperti memainkan anggota tubuhnya.

Catatan: Dari penjelasan di atas, pada bayi usia di bawah 6 bulan, sebenarnya mereka sudah memiliki 'insting' untuk membuat diri mereka senang dan nyaman. Dengan banyaknya keterbatasan pada bayi, ketika mereka gelisah, yang mereka dapat lakukan hanyalah mengamati, mencoba meraih hal-hal yang membuat mereka tertarik. Kalau tidak ada mereka akan memainkan apapun yang ada pada diri mereka. Baik kaki atau tangan, jempol tangan, bahkan jempol kaki. Oleh karena itu tidak heran jika terdapat cukup banyak anak yang sesekali suka mengisap jempol tangan bahkan mencoba menghisap jempol kaki. Hal ini sangat normal dilakukan untuk mengurangi ketegangan yang ada dalam diri mereka atau bagian dari eksplorasi diri mereka.

Untuk jempol tangan, perilaku menghisap jempol bisa juga terkait dengan fase oral. Jika memang terkait dengan fase oral, tanpa intervensi apapun in syaa Allah aktivitas mengisap jempol ini akan berhenti dengan sendirinya ketika fase oral selesai. Namun bagi anak-anak yang masih saja mengisap jempol di atas usia 3-4 tahun, aktivitas mengisap jempol ini cenderung  merupakan salah satu tanda kecemasan, ketidaknyamanan disebabkan karena anak butuh pelepasan ketegangan, sehingga ia 'bermain' dengan jempolnya dan mendapatkan kenyamanan. Hal ini bisa jadi disebabkan karena orang tua yang 'galak', tidak sabar atau seringkali membentaknya atau karena orang tua yang sibuk atau cuek, yang kurang menstimulus  atau cenderung mengabaikan bayi sehingga sejak bayi ia terbiasa untuk 'bermain' sendiri.

Oiya, bermain sendiri pada dasarnya berarti aktivitas yang membuat nyaman atau senang, bisa juga sebagai aktivitas yang dilakukan untuk mengurangi ketegangan.

Nah karena artinya adalah melakukan sesuatu yang menyenangkan, jadi para bunda jangan menganggap bahwa bermain adalah kegiatan membuat sesuatu ya.. karena itu lebih tepat disebut sebagai kegiatan seni dan kreativitas (art and craft)

 Solitary Play.
- Anak sibuk bermain sendiri
- Tampaknya tidak memperhatikan kehadiran anak-anak lain di sekitarnya.
- Perilakunya bersifat egosentris --> tidak ada usaha untuk berinteraksi dengan anak lain, memusatkan perhatian pada diri dan kegiatannya sendiri
- Terjadi pada anak yang berusia sangat muda

Catatan: Bagi bunda-bunda yang sudah memiliki anak di atas usia 9 bulan, ciri-ciri di atas mungkin sudah mulai terasa.. sehingga saat ini in syaa Allah kita tahu bahwa anak kita normal-normal saja bila masih cenderung sibuk bermain dengan dirinya sendiri. Jadi tidak perlu memaksakan anak untuk memperhatikan atau bergabung bermain dengan anak-anak lain jika mereka memang belum siap. Terus dukung anak dan perkenalkan dengan dunia luar secara bertahap sesuai dengan perkembangannya


 Onlooker Play.
- Kegiatan bermain dengan mengamati anak-anak lain melakukan kegiatan bermain
- Tampak ada minat yang semakin besar terhadap kegiatan anak lain yang diamatinya.
- Anak usia 2 tahun


 Paralel Play.
- Kegiatan bermain dimana tampak dua anak atau lebih melakukan permainan yang sama dan melakukan kegiatan yang sama
- Tetapi bila diperhatikan sebenernya tidak ada interaksi diantara mereka.
- Anak melakukan kegiatan yang sama, secara sendiri-sendiri dalam waktu yang bersamaan.

Catatan: Nah, dari penjelasan teori di atas, semoga membuat kita paham.. Kalau ternyata anak kita yang usia 2 tahun kok cenderung diaam aja, cuma ngeliatiiin aja ketika anak-anak lain bermain.. atau anak kita yang 3 tahun kok kalo main sama anak lain juga belum begitu nyambung..  sebenarnya in syaa Allah anak kita sangat normal. Tidak perlu khawatir dengan merasa bahwa anak kita tidak PD, tertutup, minat sosial rendah, tidak terbiasa di tempat ramai, maunya nempel sama bundanya terus, atau ngga mau minjemin mainannya ke anak lain dlsb...


 Assosiative Play.
- Adanya interaksi antar anak yang bermain, saling tukar alat permainan
- Akan tetapi bila diamati tampak bahwa masing-masing anak tidak terlibat dalam bekerja sama.
- Anak usia pra sekolah


Catatan: Nah, sejak anak berusia 3 tahun ke atas hingga 5 tahun, ini merupakan masa-masa yang lebih menyenangkan lagi untuk bermain bersama mereka. Karena secara fisik mereka sudah siap untuk lebih banyak melakukan 'tugas' ketika bermain dan secara sosial mereka sudah mulai menunjukkan minat untuk berinteraksi dengan orang lain, meskipun masih harus terus dipupuk untuk bekerja sama.. (tidak perlu dipaksa) =))

Jadiii,

kalau pas main anak ngga mau minjemin mainannya ke temennya gimana?

Siapa yang mau jawab?


 Cooperative Play.
- Adanya kerja sama atau pembagian tugas dan pembagian peran antara anak-anak yang terlibat dalam permainan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
- Usia 5 tahun

Masa 5 tahun ini, jika sebelumnya anak-anak telah memiliki pengalaman yang menyenangkan ketika bermain dan berinteraksi dengan teman-temannya, in syaa Allah akan dapat dilalui dengan sangat baik..

Yah, kalo tyata anak kita masih banyak terpengaruh oleh teman-temannya dalam hal yang tidak sesuai norma ataupun ajaran agama.. semoga kita dapat terus menjadi ibu yang sabar ya bunda, yang mengajarkan kebaikan untuk anak kita dengan cara yang baik pula.. anak kita itu.. masih seorang anak yang belum sempurna pemahaman akan nilai-nilai yang baik..

Semoga Bermanfaat =)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar